Oleh
: Abdul Rahman Malik*
Belajar pendidikan agama islam
sejatinya bisa dilakukan dimana saja, baik itu di dalam negeri Indonesia
ataupun di luar negeri. Pasalnya, Islam berikut ajaran dan keilmuannya telah
tersebar luas ke berbagai penjuru dunia, tak terkecuali negara Indonesia yang
mayoritas masyarakatnya adalah penganut agama Islam dengan pencapaian prosentase
87,18 % dari 237.641.326 jumlah penduduknya (sensus tahun 2010- Wikipedia-).
Kendati
demikian, studi kajian Islam di dalam negeri tentu berbeda dengan pembelajaran
keislaman di Timur Tengah atau lebih dikenal dengan negeri-negeri Arab. Ibarat
meminum air, pastilah lebih segar meneguk air dari sumber mata airnya langsung dibanding
meminum air yang sudah berpencar ke setiap penjuru. Kemurniaan kajiannyapun
jelas terasa berbeda.
Madrasah
Hadhramaut merupakan salah satu diantara objek studi Timur Tengah. Sejak bertahun-tahun lamanya, kiprah Madhrasah
Hadhramaut terkenal akan khazanah keilmuan yang dalam, luas dan kental. Keberkahan
ilmu di madrasah Hadhramaut telah mampu menciptakan kader-kader ulama yang
tersebar ke seantareo dunia. Disamping berkat keikhlasan para pendidiknya, hal
itu disebabkan karena berkesinambungannya ilmu dari generasi ke generasi sejak
era penyebaran Islam pertama di zaman kekhalifahan hingga kini dengan rantaian
sanad (silsilah-red.) keilmuan dan ajarannya yang masih tergolong salaf dan bermanhaj
nabawi. Manhaj inilah yang diterapkan oleh para pegiat ilmu di Hadhramaut
dengan senantiasa mengamalkan sunah-sunah nabi yang kini kian terlupakan di kalangan
banyak umat Islam terutama di Negara Indonesia kita tercinta.
Di
era modernisasi ini, Peran Madhrasah Hadhramaut mulai mampu menarik perhatian
kalangan penuntut ilmu di tanah air. Buktinya, lebih dari 2000 pelajar Indonesia kini
banyak berdomisili di lembaga-lembaga pendidikan yang tersebar di Hadhramaut.
Mereka datang untuk terjun langsung menyelami samudera ilmu yang ada di
Hadhramaut. Tentu ini bukanlah sebuah tingginya animo belaka, namun karena
–konon- sudah panggilan keberangkatan dari pencetus cikal bakal Madhrasah
Hadhramaut ini, yaitu Imam Al Muhajir Ilallah Ahmad Bin Isa.
Sebagai
pemegang tongkat estapet ajaran kakek moyangnya, Imam Al Muhajir berhijrah ke
Hadhramaut untuk mempertahankan eksistensi keturunan Rasulullah saw dan juga
untuk menyebarkan ajaran yang turun temurun diterapkan dalam kehidupan berupa
syari’at Agama Islam. Walhasil, Hadhramaut kini menjadi pusat kajian islam
bermanhaj Nabawi terbesar dan tervalid dengan dipegang tonggak pendidikannya oleh
mayoritas Ahlul Bait (baca; keturunan rasulullah).
Madhrasah
Hadhramaut dengan system edukasi berpola penerapan sunnah nubuwwah mampu
mendidik kader-kader muda dengan berkarakter nabawy artinya dengan pendidikan
tarbiyah langsung oleh guru, para penuntut ilmu senantiasa belajar dengan
tuntunan dan penerapan yang diajarkan Rasullah saw. Hal inilah yang menjadikan
Hadhramaut memiliki kharisma tersendiri dari lembaga pendidikan lainnya. Manhaj
seperti inilah yang seharusnya direvitalisasi kembali dalam dunia pendidikan di
Indonesia
yang kebanyakan berorientasi pada ranah formal saja, sehingga identitas
pendidikan agamapun semakin pudar.
Menurut
Al Habib Abu Bakar Al Adny, Madhrasah Hadhramaut memiliki asas dan prinsip
pendidikan berupa “ILMU – AMAL – IKHLAS – “, dengan rangkaian ketiga unsur tersebut,
karakter seseorang akan terbentuk dengan baik seandainya mampu diterapkan
secara seksama dalam dunia pendidikan. Pasalnya ilmu tanpa amal berdampak pada
disfungsi ilmu itu sendiri. Sedangkan amal tanpa ilmu berakibat tertolaknya
suatu pekerjaan, dan kesemuanya itu akan memperoleh hasil baik dengan dilandasi
keikhlasan.
Diantara sekian lembaga pendidikan Madrasah Hadhramaut adalah
Ribath Darul Musthofa asuhan Al Habib Umar bin Hafidz. Beliau menuturkan,
"Ribath Darul Mushtofa ini didirikan atas dasar tiga visi utama; yaitu
pertama, mempelajari ilmu syari'ah dengan sanadnya dari generasi ke generasi
ulama sampai menuju sumbernya ialah Rasulullah saw, kedua; tazkiyah an nafs (pembersihan
hati) dari segala kotoran rohani dan mengamalkan ilmu dengan sebenar-benarnya
atas dasar ikhlas karena Allah Ta'ala, ketiga; menyebarkan panji Islam dengan
berdakwah di jalan Allah dengan hikmah dan mau'idzoh hasanah seperti yang diajarkan Rasulullah Saw".
Selain Darul Musthofa, ada beberapa lembaga pendidikan lainnya
yang kokoh mempertahankan Manhaj Madrasah Hadhramaut meski dengan system dan
kurikulum pendidikan yang berbeda. Diantaranya adalah Universitas Al Ahgaff –
Tarim dengan kajian kurikulum perkuliahan berbasis ilmu syari'ah dan hokum yang
dipimpin oleh Rektor Prof. DR. Al Habib Abdullah bin Muhammad Baharun, MA,
kemudian Ribath Tarim dengan manhaj salaf yang diasuh oleh Al Habib Salim bin
Abdullah bin Umar as Syathiry. Dan masih banyak lagi lembaga-lembaga pendidikan
yang berlokasi di Hadhramaut selain yang disebutkan baik berstrata pendidikan
formal maupun non-formal. Semua itu adalah manifestasi pendidikan di Hadhramaut
yang mampu menjadikannya sebagai salah satu pusat kajian Islam terpercaya di
negeri Balqis ini.
Hal
ini juga terbukti dirasakan oleh Dr. Jamal Faruq Al Husainy, seorang Dosen
Aqidah dan Filsafat Universitas Al Azhar-Kairo pada saat kunjungannya ke kota Tarim
tahun 2013 dalam rangka ikut serta Konferensi Da'i Internasional ke-13 di Darul
Musthofa. Setelah Dr. Jamal melakukan survei satu persatu lembaga yang berada
di kota Tarim ,
Ia sangat mengapresiasi sampai menuliskan
sebuah artikel di majalah at Tawashul Edisi 14 dengan judul, "Tarim
laksana Al Azhar tempo dulu". Hingga kini, Tarim tetap menjadi kiblat ilmu
bagi setiap kalangan. Khazanah keilmuannya seakan tak habis termakan masa.
Halaqoh-halaqoh ilmu berpencaran dimana-mana baik itu di ribath ataupun di
masjid-masjid kota
Tarim. Setiap waktu, para ulama dengan ikhlas mengisi kegiatan kajian ilmu-ilmu
warisan turun temurun Rasulullah SAW.
Tampaknya
di tengah hiruk pikuk pendidikan moral bangsa Indonesia
saat ini, Manhaj Madrasah Hadhramaut bisa menjadi salah satu kunci untuk
kemajuan pendidikan Indonesia .
Moral yang kian merosot setidaknya bisa ditopang dengan penerapan tarbiyah yang
biasa diajarkan di Madhrasah Hadhramaut. Dengan cara apa? Bagaimanakah awal
mulanya? Hal itu cukup dengan menjadikan Madhrasah Hadhramaut sebagai objek
studi bagi anak didik Indonesia
di masa kini dan mendatang. Sehingga mereka bisa merasakan bagaimana pendidikan
berasaskan karakter edukasi nabawi yang sepatutnya diadopsi oleh para pendidik
di Indonesia .
Wallahu a'lam.
0 comments:
Post a Comment