Cerpen dari Oretan Pena Abdul Rahman Malik*
Di sebuah auditorium kampus, berdiri seorang laki-laki
berkemeja biru tua, tampak rapi dengan mengenakan peci hitam tertancap
di kepala. Dengan wajah tampannya, Ia tebarkan senyuman pagi cerah, siap akan
menyampaikan kuliah di hari pertamanya menjadi dosen. Kegagahan beliau memancarkan
pesona kekaguman semua pelajar di dalam ruangan. Tak heran seorang mahasiswi
berkerudung kuning penasaran bertanya kepadanya, “ Pak, kalau boleh tahu,
apakah bapak sudah berkeluarga?”, perempuan itu agak malu rupanya bertanya
demikian. Namun dengan bijaknya sang dosen tersenyum dan menjawab, “ hhhmmm,,, mungkin saya jawab dengan
sebuah cerita…”. Semua orang terkesima penasaran ingin mendengarkan cerita pak
dosen, suasanapun menjadi hening, semua telinga terpusat, pak dosen perlahan
bercerita.
“ Dahulu, ada seorang pemuda yang telah lama belajar agama di sebuah
pesantren di Jawa Tengah, Ia termasuk anak yang baik akhlak dan budi pekerti,
pintar dan juga banyak prestasi yang pernah ia raih, baik di dalam pesantren
maupun di luar pesantren. Orang-orang sering memanggilnya dengan nama Fawwaz, si
peraih banyak prestasi. Alasan mengapa Fawwaz selalu mendapat juara dalam
segala hal, karena ia terangkat dan termotivasi oleh seseorang. Dia bagi Fawwaz
adalah perhiasan berharga yang selalu menghiasi hatinya, selalu membuat jiwanya
membara untuk meraih apa yang Fawwaz cita-citakan. Iapun sebenarnya telah lama
bersemayam dalam lubuk hati Fawwaz, namun Fawwaz belum berani mengatakan isi
hatinya.
Setelah lulus dari Sekolah Aliyah dan pesantrennya, Fawwaz dipanggil oleh Kyai pesantrennya.
Fawwaz merasa ada yang aneh dengan sikap yang dilakukan sang kyai pada hari itu
sampai-sampai memanggilnya masuk ke dalam rumah. Tidak disangka pak Kyai
ternyata telah mengetahui bahwa Fawwaz menyukai seorang santriwati Tahfidz al
Qur’an, ia bernama Nurul Hidayah. Fawwaz tertunduk malu. Seketika itu Pak Kyai
menghubungi orang tua Nurul dan meminta anaknya untuk bersedia dilamar oleh
seorang santri yang akan melanjutkan kuliah di Mesir. Orang tuanya dengan
ta’dzimnya menerima permohonan Pak Kyai itu. Tanpa basa basi, Pak Kyaipun
menanyakan kesiapan Fawwaz langsung dan memohon orang tuanya untuk
mempersiapkan lamaran. Fawwazpun mengiyakan dengan ekspresi kaku tidak
menyangka.
Akhirnya digelarlah acara lamaran Fawwaz di kediaman Nurul yang dihadiri
keluarga Fawwaz dan juga Pak Kyai dan istri. Resmilah kedua sejoli ini menjadi
pasangan lamaran yang tinggal menunggu janur kuning ditancapkan. Semuanya
sepakat pernikahannya agar diadakan setelah kepulangan Fawwaz dari Mesir. Senyum
wajah Nurul memancar, dengan anggun
Iapun menunduk sebagai isyarat mengiyakan.
Kemudian, Fawwazpun diberangkatkan dengan diantar oleh keluarganya dan Nurul
yang ikut melepas kepergian menuju pengembaraannya ke Negri Pyramid. Sebelum
berangkat, beberapa patah kata terlontar dari bibir dingin Fawwaz, “ wahai
bidadariku, bersabarlah kau menanti, tetap tancapkan rasa cinta ini untuk
obati, kerinduan kita yang kan mekar disaat ku pulang nanti, ku siap
menjadikanmu satu-satunya bidadari, yang kan selalu menemani hidup kemana ku
pergi, untuk mendapat ridho ilahi rabbi…”. Hati Nurul memerah merona
mendengarnya, Iapun menjawab, “ baiklah wahai kekasihku, aku ikhlas dengan
kepergianmu, akupun kan bersabar menantimu, tak lupa iringan do’aku kan selalu
menyertaimu, sampai tiba waktunya kita kan bersatu, mengukir kasih cinta yang
kian menggebu-gebu, dalam nahkoda bimbinganmu wahai kekasihkku…”
Sesampainya
di Kairo, Fawwaz mulai disibukan dengan kegiatan kuliahnya, ia begitu semangat,
serius dan bersungguh-sungguh. Cita-citanya ingin berhasil dengan predikat
terbaik. Fawwaz masuk di Fakultas Ushuluddin, jurusan Tafsir Al Qur’an.
Kesenangannya dengan tafsir membuat kesehariannya senantiasa digeluti dengan
kitab-kitab tafsir. Fawwaz seolah orang yang kehausan akan ilmu, waktunya hampir
habis dengan kegiatan keilmuannya, dari mulai kuliah, mengulang pelajaran, menghafal
al qur’an, mengaji dan mengikuti dauroh-dauuroh yang diadakan oleh
kalangan masisir (mahasiswa Indonesia di Mesir) dengan para masyayikh.
Di
tengah kesibukannya, sebetulnya Fawwaz terkadang
merasa rindu kepada pesona indah wajah Nurul. Ketika itu, Ia selalu pergi ke
pinggiran sungai Niil, menikmati keindahan aura sungai terpanjang dan termakmur
di dunia, sambil duduk menyendiri meresapi angin kota Kairo, membayangkan
bidadari impian hatinya dengan ditemani burung-burung beterbangan, Iapun sering
mengungkapan isi hatinya dengan menendangkan syi’ir cinta arab,
“ asirbal
qithoo, hal man yu’iiru janaahahu # la’alli ila man qod hawaitu athiiruu “
“Wahai
segerombolan merpati,,,apakah diantara kalian ada yang berkenan meminjamkan
sayapnya # sehingga aku bisa terbang menuju orang yang sangat ku cinta” .
Nurul
yang merupakan santriwati tahfidz terbaik, seringkali mengirim surat lewat pos
untuk Fawwaz, dalam suratnya Nurul memberi tahu bahwa ia sudah menyelesaikan
hafalan Al Qur’an lebih cepat, Ia juga memohon izin untuk mengabdi sambil
mengikuti kuliah keguruan di Instutut yang ada di pesantrennya. Nurul memang perempuan
yang sangat sholehah, Ia sering memberi
nasihat dan motivasi agar Fawwaz senantiasa tekun ibadah, kuliah dengan rajin, sehingga
mendapat ilmu yang berkah dan manfa’at. Setelah membacanya, Fawwaz seolah
mendapat energi dan semangat baru. Kata-kata Nurul membuat gelora jiwanya meningkat.
Ia bertekad harus menjadi yang terbaik, karena ia akan menjadi Imam dari
bidadari jelitanya.
Akhirnya kurang dari empat tahun, Fawwaz mampu menyelesaikan kuliahnya
dengan predikat syaraf ula / cumlaude, Ia berhasil menghafal al
qur’an 30 juz dan nadzom-nadzom penting
yang selalu dibutuhkan dikalangan masyarakat, seperti Alfiyyah, Zubad, dan ilmu
penting lainnya. Fawwazpun pernah meraih dua kali kejuaraan pembacaan puisi arab
dalam even yang di adakan Universitas Al Azhar. Semua itu berkat sosok seorang
bidadari calon pendamping hidupnya, yang senantiasa menentramkan jiwa, membakar
semangat dan cita-cita.
Setelah
kepulangannya dari Mesir, Keluarga Fawwaz dan Nurul sepakat meresmikan
pernikahan di pertengahan bulan syawwal, tepat setelah satu bulan Fawwaz di
tanah air. Persiapan acara sudah meriah, siap untuk digelar. Keluarga, kerabat
dan masyarakat berbondong-bondong menghadiri acara. Iqrar ijab qobul diucapkan
dari lisan Fawwaz dengan bahasa arab fasih, semua hadirin mengesahkan, semarak
suasana membahana bahagia, akhirnya kedua sojoli telah sah terikat dengan tali
pernikahan, Fawwaz dan Nurul diarak dengan mobil sedan yang sudah dihias indah,
saat itulah Nurul telah halal untuk Fawwaz, dengan hangat Nurul mencium tangan
Fawwaz, dengan kasih dan sayang Fawwaz mencium kening wajah anggun Nurul dan
membelainya dalam pelukan. Namun ketika berada di jalan raya, tiba-tiba sedan
yang ditunggangi sepertinya oleng, terlihat si sopir sepertinya mengantuk karena
semalaman begadang, sekilas dari arah yang berlawanan mobil truk yang melaju
kencang menabrak sedannya hingga terguling, kecelakaanpun terjadi.”
Semua orang di auditorium kaget dan menjerit histeris, bahkan ada yang
menangis. seorang bertanya keheranan, “ lalu bagaimana nasib Fawwaz dan Nurul,
Pak? “
Sang dosen melanjutkan lagi ceritanya, “
Ya, Alhamdulillah Fawwaz masih bisa diselamatkan, Namun,,, Nurul,,,, Ia tewas
di tempat kejadian“… ruang auditorium menangis, tetesan air mata tidak bisa dibendung.
“ Fawwaz waktu itu sangat terpukul dan frustasi, namun Ia masih diberi ketabahan.
Ia berdo’a, semoga istrinya dimasukan ke dalam surga, menjadi bidadari pendamping
diakhiratnya kelak. Kemudian, untuk menghilangkan kesedihannya, Fawwaz bertekad
kembali ke Mesir melanjutkan Master sampai doktoral, kemudian kembalilah Fawwaz ke Indonesia, dan saat ini
dia berdiri di depan kalian semua”, DR. H. Muhammad Ulul Azmi el Fawwaz, MA.
Mukalla, Juni 2012, Abdul Rahman
Malik El Hady…
Mahasiswa Fakultas Syari'ah Tingkat II Universitas Al Ahgaff.
Cerpen
" Do'a untuk Bidadari" terpilih sebagai the best hundred dalam
Sayembara Cerita Mini International (SCMI) yang diselenggarakan oleh PPI
Yaman periode 2011-2012.
Kemudikan dimuat dalam kodifikasi Antologi Simfoni Balqis vol. I (Abroad Writters Version)
*****
0 comments:
Post a Comment